-->

Minggu, 27 Maret 2011

keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

1)Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis serta berwibawa (Good Governance) merupakan tuntutan utama reformasi, namum hingga saat ini belum dapat dirasakan hasilnya oleh masyarakat, meskipun berbagai upaya telah mulai dilaksanakan baik oleh MPR, DPR, Pemerintah maupun Lembaga-Lembaga Tinggi negara lainnya.

Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis serta berwibawa (Good Governance) merupakan tuntutan utama reformasi, namum hingga saat ini belum dapat dirasakan hasilnya oleh masyarakat, meskipun berbagai upaya telah mulai dilaksanakan baik oleh MPR, DPR, Pemerintah maupun Lembaga-Lembaga Tinggi negara lainnya. Bahkan, sasaran terciptanya sebuah pemerintahan yang bersih dan berwibawa telah dicanangkan dalam program kedua dari Panca Krida Kabinet tahun 1993.

Pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang mengimplementasikan "Kedaulatan Rakyat" dalam seluruh prosesnya. Secara umum dan popular, pemerintah yang demokratis dapat diartikan sebagai suatu proses pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.

Makna "dari" rakyat, diimplementasikan melalui Pemilihan Umum sebagai wujud dari pelaksanaan "hak politik rakyat" serta sekaligus wujud dari penggunaan "hak asasi rakyat" dalam keikutsertaan secara langsung dalam menentukan masa depannya. Pemilu yang bebas, rahasia, jujur dan adil merupakan "Platform of Democracy", dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Pemilu harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang memenuhi syarat, termasuk anggota TNI, Polri dan PNS.

Apapun sistem yang digunakan dalam penyelenggaraan pemilu (proporsional atau distrik) yang terpenting rakyat harus mengetahui secara langsung calon-calon yang akan dipilih untuk mewakili kepentingannya, baik di lembaga perwakilan pusat (MPR/DPR) maupun daerah (DPRD I/II). Hal ini penting untuk dapat menjamin dan memelihara "commitment" para wakilnya dalam memperjuangkan aspirasi para pemilihnya. Penyelenggaraan pemilu 1999 telah maju setapak, namun karena sempitnya waktu kampanye, menyebabkan pengumuman calon-calon dari setiap partai politik tidak terlaksana, sehingga hasilnya tidak berbeda dengan hasil pemilu-pemilu sebelumnya.

Makna "oleh rakyat" di implementasikan bahwa seluruh pejabat pemerintahan dari yang paling tinggi (Presiden dan Wakil Presiden), dan pejabat daerah Gubernur, Bupati/Walikota serta Camat/Lurah, harus dipilih oleh rakyat secara langsung. Kita harus membedakan antara jabatan politis dan jabatan karir. Presiden/Wapres dan Menteri-menteri untuk pemerintahan pusat serta Gubernur dan lain-lain untuk pemerintahan daerah, merupakan jabatan politis. Sedangkan di bawah jabatan jabatan tersebut sebagai "PNS" adalah non politis, sehingga harus dibebaskan dari pengaruh kepentingan partai ¬タモ partai politik.

Makna "untuk rakyat" diwujudkan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah yang mampu memberikan pelayanan, kenyamanan, rasa aman dan ketenangan dalam melaksanakan berbagai kegiatan kehidupan kemasyarakatan sehingga timbul dinamika yang akan mampu memacu persatuaan dan kemajuan oleh masyarakat itu sendiri. Tiga hal sangat penting yang hingga saat ini sangat didambakan oleh masyarakat luas yaitu :

Pertama, pelayanan civil service secara berlanjut demi kelancaran administrasi pemerintah dan harus terbebas dari pengaruh politik (adanya pergantian pemerintahan hasil pemilu), PNS harus independen dan hanya loyal kepada kepentingan negara.
Kedua, perlindungan, melalui perwujudan dan supremasi hukum (kepastian dan penegakan hukum), sehingga masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara.
Ketiga, memberdayakan masyarakat (Enpowerment of the People), upaya pemerintah untuk secara langsungn mendorong (fasilitasi) masyarakat dalam berbagai kegiatan demi kepentingan masyrakat melalui pemberian pelayanan dan perlindungan serta jaminan hukum yang konsisten dan tegas.

Guna menjamin terwujudnya suatu pemerintahan yang bersih dan demokratis (Good Governance), perlu diwujudkan "check and balance" dari masing-masing fungsi yaitu Legislatif ¬タモ Eksekutif ¬タモ Yudikatif. Masing-masing lembaga harus memiliki fungsi yang jelas dan lebih independen, seluruh proses harus dilaksanakan secara "transparan" untuk diketahui publik guna kepentingan pengawasan melalui Social Control.

Setiap fungsi dari lembaga-lembaga tersebut harus diatur secara jelas baik tugas dan fungsinya maupun hubungan satu sama lainnya didalam UU, sehingga pelaksanan check and balance akan lebih jelas dan transparan, menghindari penafsiran yang berbeda beda (seperti pengalaman selama ini). Untuk MPR memang harus diatur melalui TAP MPR tentang Tata Tertib sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Sedangkan DPR, Presiden, MA, BPK dan DPA harus diatur dengan UU apa tugas, tanggung jawab dan sanksi sanksi terhadap pelanggarannya secara rinci.

Dari pengalaman selama ini kelemahan mendasar dalam pelaksanaan administrasi/manajemen pemerintah adalah fungsi pengawasan (kontrol) dan sangsi sangsinya. Untuk menjamin fungsi manajemen pemerintahan yang lancar dan bersih, maka perlu dibentuk dan ditetapkan badan badan pengawasan (fungsi control) di luar badan badan kejaksaan dan pengadilan ataupun pengawasan internal yang ada (BPKP, Inspektorat Jenderal dll) :

l Ombudsman (special prosecutor) yang bertugas untuk menerima dan mengevaluasi semua masukan dari masyarakat (social control) dan selanjutnya memberikan saran, tindak, sanksi, baik secara administrasi langsung atau ke pengadilan, terhadap semua pelanggaran, penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat pemerintah (KKN) dalam melayani masyarakat.
l Badan Investigasi Nasional yang merupakan kepanjangan tangan Ombudsman yang tersebar baik di pusat maupun daerah, yang akan mendeteksi, menginvestigasi setiap penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dan melaporkan hasilnya kepada Ombusdman.
l Pengadilan Khusus Penyelesaian KKN.
l Pers yang bebas, dan obyektif sebagai sarana social control yang ampuh dan membantu tugas-tugas Ombusdman dan Badan Investigasi.

Dari pengalaman kita juga membuktikan bahwa kelemahan dasar dari pelaksanaan administrasi pemerintahan adalah selain pada sistem kontrol, namum juga pada kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia dalam aparat pemerintahan menjadi fokus dasar dan kunci pokok dapat tidaknya kita mewujudkan suatu Good Governance. Pengalaman membuktikan pula bahwa meskipun sistem kita lengkap namum tanpa kwalitas sumber daya manusia yang baik ternyata fungsi-fungsi pemerintahan tidak dapat berjalan optimal.

Namun pengalaman selama orde baru juga memperlihatkan bahwa kelengkapan kelembagaan, kejelasaan fungsi serta tingkat kwalitas sumber daya manusianya cukup baik, ternyata belum menjamin keberhasilan perwujudan good governance karena sangat lemahnya fungsi pengawasan/kontrol dan sanksi sanksi yang tegas dalam manajemen pemerintahan dari pusat sampai tingkat daerah.

Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia menyangkut tiga aspek dasar yaitu moral, pendidikan dan kesejahteraan. Pengalaman juga menunjukan bahwa dengan pendidikan yang tinggi dan kesejahteraan yang cukup, namun tanpa moral dan integritas yang kuat, belum mampu menghilangkan unsur KKN.

Moral dan integritas bangsa kita sebenarnya telah dituntun oleh TAP MPR No.II tahun 1978 tentang Eka Presetya Pancakarsa (P-4), merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun karena butir-butir P-4 belum dituangkan dalam produk perundang-undangan, sehingga belum ada sanksi-sanksi nyata terhadap pelanggaran yang ada, sanksi yang ada masih terbatas pada sanksi moral.

Secara menyeluruh dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan demokratis (good governance) harus diambil langkah-langkah kongkrit sebagai berikut:

Pertama, penataan kelembagaan Legislatif ¬タモ Eksekutif ¬タモ Yudikatif dan kejelasan fungsi-fungsinya yang dituangkan dalam UU, agar tercipta "check & balance" sistem secara hukum.
Kedua, penataan kelembagaan hukum dan kualitas sumber daya manusia untuk mampu menciptakan supremasi hukum serta terlaksananya penegakan hukum yang nyata. Penyempurnaan produk-produk hukum (perundang-undangan) disertai dengan sanksi-sanksi yang nyata.
Ketiga, penataan dan pembentukan badan-badan kontrol yang lebih independen sebagai sarana mendukung supremasi hukum, pegakan hukum dan keadilan serta perlindungan masyarakat.
Keempat, penyempurnaan UU Kepegawaian dan UU TNI & Polri agar dapat tercipta suatu "Civil Service Institution" yang handal guna memaksimalkan pelaksanaan fungsi pelayanan dan perlindungan masyarakat.
Kelima, penuangan butir-butir P-4 dalam bentuk dan pedoman perundang-undangan disertai sanksi-sanksi yang jelas sebagai tuntunan kehidupan berbangsa dan bernegara agar memiliki jiwa dan moral Pancasila.
Keenam, Peningkatan kesejahteraan seluruh aparat pemerintahan (civil service & TNI/Polri sampai kebutuhan minimal pegawai yang paling rendah) sebagai persyaratan yang utama.

2)DARI PEMERINTAHAN KE PEMERINTAHAN YANG BAIK
Oleh : Drs. Tjahjanulin Domai, MS
PENDAHULUAN
Era globalisasi telah berjalan dan bergulir di mua kita, Alvin Toffler
1997 mengingatkan kita dunia sedang memasuki peradapan “gelombang ke
tiga” yaitu peradapan pasca industri yang ditandai dengan kemajuan yang
sangat pesat dalam teknologi informasi, yang menjadi salah satu ciri utama
arus globalisasi.
Dalam kontek era globalisasi ini. Kita dihadapkan tidak saja pada
perubahan struktur ekonomi dan sosial, tetapi juga pada perkembangan dan
persaingan global yang cepat dan meningkat tajam. Perubahan – perubahan
yang luar biasa tersebut didorong oleh perubahan teknologi dan inovasi baru
yang disamping menciptakan pilihan – pilihan baru juga memberikan
tan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar