Merawat Muhtadlir (Orang sekarat pati)
Apabila telah nampak tanda-tanda
ajal telah tiba, maka tindakan yang sunah dilakukan oleh orang yang
menunggu adalah sebagai berikut:
1. Membaringkan muhtadlir pada lambung sebelah kanan
dan menghadapkannya ke arah qiblat. Jika tidak memungkinkan
semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada semacam gangguan pada
lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri, dan
bila masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat
dengan memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
2. Membaca surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar
Ra’du dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya
ruh. Nabi saw. bersabda:
اِقْرَؤُاْ يٰس عَلَى مَوْتٰاكُمْ. (رواه أبو داود)
“Bacakanlah
surat yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”. (HR.
Abu Dawud)
Bila tidak bisa membaca keduanya, maka cukup membaca surat
Yasin saja.
3. Mentalqin kalimat tahlil dengan santun,
tanpa ada kesan memaksa. Nabi Muhammad saw. bersabda:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ
اللهُ. (رواه مسلم)
“Tuntunlah
orang (yang akan) mati diantara kamu dengan ucapan laailaha illallah”.
(HR. Muslim)
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلٰهَ إلاَّ
اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه
الحاكم)
“Barangsiapa
ucapan terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan masuk
surga”. (HR. Hakim)
Dalam mentalqin, pentalqin (mulaqqin )
tidak perlu menambah kata, kecuali muhtadlir (orang yang akan
mati) bukan seorang mukmin, dan ada harapan akan masuk Islam. Talqin
tidak perlu diulang kembali jika muhtadlir telah mampu
mengucapkannya, selama ia tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin
adalah agar kalimat tahlil menjadi penutup kata yang terucap
dari mulutnya.
4. Memberi minum apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab
dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang
akan ditukar dengan keimanannya.
5. Orang yang menunggu tidak diperbolehkan membicarakan
kejelekannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan mereka.
Sesaat Setelah Ajal Tiba
Setelah muhtadlir
dipastikan meninggal, tindakan selanjutnya yang sunah untuk dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Memejamkan kedua matanya seraya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلٰى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ،
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي
الْمَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ، وَاغْفِرْ
لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ،
وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ.
2. Mengikat rahangnya ke atas kepala dengan kain yang agak lebar
supaya mulutnya tidak terbuka.
3. Melemaskan sendi-sendi tulangnya dengan melipat tangan ke
siku, lutut ke paha dan paha ke perut. Setelah itu dibujurkan kembali
dan jari-jari tangannya dilemaskan. Bila agak terlambat sehingga
tubuhnya kaku, maka boleh menggunakan minyak atau yang lainnya untuk
melemaskan sendi-sendi tulang mayit. Faedah dari pelemasan ini adalah
mempermudahkan proses memandikan dan mengkafani.
4. Melepas pakaian secara perlahan, kemudian menggantinya dengan
kain tipis yang dapat menutup seluruh tubuhnya, yang ujungnya
diselipkan di bawah kepala dan kedua kakinya. Kecuali apabila ia sedang
melaksanakan ihram, maka kepalanya harus dibiarkan terbuka.
5. Meletakkan benda seberat dua puluh dirham (20x2,75 gr =
54,300 gr) atau secukupnya di atas perutnya dengan dibujurkan dan diikat
agar perutnya tidak membesar.
6. Meletakkan mayit di tempat yang agak tinggi agar tidak
tersentuh kelembaban tanah yang bisa mempercepat rusaknya badan.
7. Dihadapkan ke arah qiblat sebagaimana muhtadlir.
8. Segera melakukan perawatan pada mayit, dan melaksanakan
wasiatnya.
9. Membebaskan segala tanggungan hutang dan lainnya.
Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)
Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang telah
meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali
bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat
merawat jenazah sebenarnya meliputi lima hal, yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Membawa ke tempat pemakaman
5. Memakamkan
Namun, karena kewajiban membawa
jenazah ke tempat pemakaman merupakan kelaziman dari kewajiban
memakamkannya, kebanyakan ahli fiqih tidak mencantumkannya. Sehingga
perawatan mayit hanya meliputi empat hal, yakni memandikan, mengkafani,
menshalati dan memakamkannya.
Dari keempat hal yang diwajibkan di
atas, pada taraf praktek terdapat beberapa pemilahan sebagai berikut:
1. Orang Muslim
a. Muslim yang bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalati.
4. Memakamkan.
b. Muslim yang syahid dunia atau syahid
dunia-akhirat, mayatnya haram dimandikan dan dishalati, sehingga
kewajiban merawatnya hanya meliputi:
a. Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak
cukup untuk menutup seluruh tubuhnya.
b. Memakamkan.
2. Bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam
kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi
bayi, yakni:
a. Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan
jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda
kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap
jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c. Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak
ada kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan
membungkus dan memakamkannya.
Adapun
bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir dalam keadaan
hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang dewasa.
3. Orang Kafir
Dalam hal
ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a. Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum
menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus dilakukan
pada mayat kafir dzimmi adalah mengkafani dan memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
Pada
dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan keduanya, hanya saja
diperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.
Memandikan
Seperangkat peralatan yang harus
disiapkan sebelum memandikan mayit adalah daun kelor (Jawa: widara),
sabun, sampo, kaos tangan, handuk, kapur barus, air bersih dan
sebagainya.
Hal-hal penting yang perlu
diperhatikan dalam proses memandikan mayit adalah:
a. Orang
yang memandikan harus sejenis
Maksudnya bila mayitnya laki-laki yang
memandikan harus laki-laki begitu pula apabila mayitnya perempuan,
kecuali apabila masih ada ikatan mahrom, suami-istri, atau
mayit adalah anak kecil yang belum menimbulkan syahwat. Bila tidak
ditemukan orang yang boleh memandikan, maka mayit cukup ditayamumi
dengan ditutup semua anggota tubuhnya selain anggota tayamum, dan yang
mentayamumi harus memakai alas tangan.
Urutan orang yang lebih utama memandikan
mayit laki-laki adalah ahli waris ashabah laki-laki, kerabat
lai-laki yang lain, istri, orang laki-laki lain. Waris ashabah yang
dimaksud adalah:
1. Ayah
2. Kakek dan seatasnya
3. Anak laki-laki
4. Cucu laki-laki dan sebawahnya
5. Saudara laki-laki kandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak dari saudara laki-laki kandung
8. Anak dari saudara laki-laki seayah
9. Saudara ayah kandung
10. Saudara ayah seayah
Bagi mayit perempuan, yang paling utama
memandikannya adalah perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan
ikatan mahram dengannya; seperti anak perempuan, ibu dan
saudara perempuan.
b. Orang
yang memandikan dan yang membantunya memiliki sifat amanah,
dalam artian:
1. Kemampuan dalam memandikan mayit tidak diragukan lagi.
2. Apabila ia memberikan suatu kegembiraan yang tampak dari
mayit, maka beritanya dapat dipercaya. Sebaliknya, jika ia melihat
hal-hal buruk dari diri mayit, maka ia mampu merahasiakannya. Nabi
Muhammad saw bersabda:
أُذْكُرُوْا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوْا عَنْ
مَسَاوِيهِمْ. (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِىّ)
“Sebutkanlah kebaikan-kebaikan orang yang mati
diantaramu dan jagalah kejelekan-kejelekannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tempat Memandikan
Prosesi memandikan dilaksanakan pada
tempat yang memenuhi kriteria berikut:
1. Sepi, tertutup dan tidak ada orang yang masuk, kecuali orang
yang memandikan dan orang yang membantunya.
2. Ditaburi wewangian untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh
mayit.
Etika Memandikan
1.
Haram melihat aurat
mayit, kecuali untuk kesempurnaan memandikan. Seperti untuk memastikan
bahwa air yang disiramkan sudah merata, atau untuk menghilangkan kotoran
yang bisa mencegah sampainya air pada kulit.
2. Wajib memakai alas tangan saat menyentuh aurat
mayit, dan sunah memakainya ketika menyentuh selainnya.
3. Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang agak tinggi,
seperti di atas dipan atau di pangku oleh tiga atau empat orang dengan
posisi kepala lebih tinggi dari tubuh. Hal ini untuk mencegah mayit dari
percikan air.
4. Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua anggota
tubuhnya. Bila tidak memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup
menutup auratnya saja.
5. Disunahkan menutup wajah mayit mulai awal sampai selesai
memandikan.
6. Disunahkan pula memakai air dingin yang tawar, karena lebih
bisa menguatkan daya tahan tubuh mayit, kecuali jika cuaca dingin, maka
boleh memakai air hangat.
7. Menggunakan tempat air yang besar, dan diletakkan agak jauh
dari mayit.
Tata-cara Memandikan
1. Batas Minimal
Memandikan
mayit sudah dianggap cukup apabila sudah melaksanakan hal-hal sebagai
berikut:
a) Menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayit.
b) Menyiramkan air secara merata pada anggota tubuh mayit,
termasuk juga bagian farji tsayyib (kemaluan wanita
yang sudah tidak perawan) yang tampak saat duduk, atau bagian dalam alat
kelamin laki-laki yang belum dikhitan.
Catatan:
Bila
terdapat najis yang sulit dihilangkan, semisal najis di bawah kuncup,
maka menurut Imam Romli, setelah mayit tersebut dimandikan, maka
langsung dikafani dan dimakamkan tanpa dishalati. Namun, menurut Ibnu
Hajar, bagian yang tidak terbasuh tersebut bisa diganti dengan tayamum
sedangkan najisnya berhukum ma’fu.
Adapun cara mentayamumkan mayit adalah sebagai berikut:
1) Menepukkan kedua tangan pada debu disertai dengan niat
sebagai berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قَلْفَةِ
هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ.
Atau bisa juga dengan membaca:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ
الصَّلاَةِ عَنْ هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Niat ini harus terus berlangsung (istidamah) sampai
kedua telapak tangan orang tersebut mengusap wajah mayit.
2) Menepukkan kedua telapak tangan pada debu yang digunakan
untuk mengusap kedua tangan mayit, tangan kiri untuk mengusap tangan
kanan mayit, dan tangan kanan untuk mengusap tangan kirinya.
2. Batas Kesempurnaan
Memandikan
mayit dianggap sempurna apabila melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a) Mendudukkan mayit dengan posisi agak condong ke belakang.
b) Pundak mayit disanggah tangan kanan, dengan meletakkan ibu
jari pada tengkuk mayit, dan punggung mayit disanggah dengan lutut.
c) Perut mayit dipijat dengan tangan kiri secara perlahan,
supaya kotoran yang ada pada perutnya bisa keluar.
d) Mayit diletakkan kembali ke posisi terlentang, kemudian
dimiringkan ke kiri.
e) Membersihkan gigi dan kedua lubang hidung mayit, dengan jari
telunjuk tangan kiri yang beralaskan kain basah yang tidak digunakan
untuk membersihkan qubul dan dubur.
f) Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis
dengan wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak
membuka mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini
apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
Adapun niatnya adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهٰذَا
الْمَيِّتِ/ لِهٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
g) Mengguyurkan air ke kepala dan jenggot mayit dengan memakai
air yang telah dicampur daun kelor atau sampo.
h) Menyisir rambut dan jenggot mayit yang tebal secara
pelan-pelan, dengan menggunakan sisir yang longgar gigirnya, agar tidak
ada rambut yang rontok. Bila ada rambut atau jenggot yang rontok, maka
wajib diambil dan dikubur bersamanya.
i) Mengguyur bagian depan tubuh mayit sebelah kanan, mulai leher
sampai telepak kaki, dengan memakai air yang telah dicampur daun kelor
atau sabun. Begitu pula bagian sebelah kirinya.
j) Mengguyur bagian belakang tubuh mayit sebelah kanan, dengan
posisi agak dimiringkan, mulai tengkuk, punggung sampai telapak kaki.
Begitu pula bagian sebelah kirinya.
k) Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan menggunakan air yang
jernih, untuk membersihkan sisa-sisa daun kelor, sabun, dan sampo pada
tubuh mayit.
l) Mengguyur
seluruh tubuh mayit dengan air yang dicampur sedikit kapur barus.
Dengan catatan, saat meninggal mayit tidak dalam keadaan ihram.
Saat basuhan terakhir ini, sunah membaca
niat:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/
هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Atau
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ
عَلَيْهِ/ عَلَيْهَا
Mengkafani
Pada dasarnya tujuan mengkafani
adalah menutup seluruh bagian tubuh mayit. Walaupun
demikian para fuqaha’ memberi batasan tertentu sesuai dengan
jenis kelamin mayit. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Batas Minimal
Batas
minimal mengkafani mayit, baik laki-laki ataupun perempuan, adalah
selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit.
2. Batas Kesempurnaan
a) Bagi mayit laki-laki
Bagi mayit laki-laki yang lebih utama adalah 3
lapis kain kafan dengan ukuran panjang dan lebar sama, dan boleh
mengkafani dengan 5 lapis yang terdiri dari 3 lapis kain
kafan ditambah surban dan baju kurung, atau 2 lapis kain kafan ditambah
surban, baju kurung dan sarung.
b) Bagi
mayit perempuan
Bagi mayit
perempuan atau banci, kafannya adalah
5 lapis yang terdiri dari 2 lapis kain kafan ditambah kerudung, baju
kurung dan sewek.
Kain kafan yang dipergunakan
hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani lebih
dari ketentuan batas maka hukumnya makruh, sebab dianggap berlebihan.
Cara-cara Praktis
Mengkafani Mayit
Menyiapkan 5 lembar kain berwarna
putih yang terdiri dari surban atau kerudung, baju kurung, sarung atau sewek,
dan 2 lembar kain untuk menutup seluruh tubuh mayit. Untuk
memudahkan proses mengkafani, urutan peletakannya adalah sebagai
berikut:
1. Tali.
2. Kain kafan pembungkus seluruh tubuh.
3. Baju kurung.
4. Sarung atau sewek.
5. Sorban atau kerudung.
6. Setelah kain kafan diletakkan di tempatnya, letakkan mayit
yang telah selesai dimandikan dengan posisi terlentang di atasnya dalam
keadaan tangan disedekapkan.
7. Letakkan kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh
yang berlubang, anggota tubuh ini meliputi:
a) Mata
b) Lubang hidung
c) Telinga
d) Mulut
e) Dubur
Demikian juga pada anggota sujud, meliputi:
a) Jidat
b) Hidung
c) Kedua siku
d) Telapak tangan
e) Jari-jari telapak kaki
8. Mengikat pantat dengan kain sehelai.
9. Memakaikan baju kurung, sewek atau sarung, dan surban atau
kerudung.
10. Mayit dibungkus dengan kain kafan yang menutupi seluruh
tubuhnya, dengan cara melipat lapisan pertama, dimulai dari sisi kiri
dilipat ke sisi kanan, kemudian sisi kanan dilipat ke kiri. Begitu pula
untuk lapis kedua dan ketiga.
11. Mengikat kelebihan kain di ujung kepala dan kaki (dipocong),
dan diusahakan pocongan kepala lebih panjang.
12. Setelah ujug kepala dan ujung kaki diikat, sebaiknya
ditambahkan ikatan pada bagian tubuh mayit; seperti perut dan dada, agar
kafan tidak mudah terbuka saat dibawa ke pemakaman.
Menshalati
Hal-hal yang berkaitan dengan
menshalati mayit secara garis besar ada tiga, yakni syarat, rukun, dan
hal-hal yang disunahkan di dalamnya, adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Syarat Shalat Mayit
a) Mayit telah disucikan dari najis baik tubuh, kafan maupun
tempatnya.
b) Orang yang menshalati telah memenuhi syarat sah shalat.
c) Bila mayitnya hadir, posisi mushalli harus berada di
belakang mayit. Adapun aturannya adalah sebagai berikut:
1) Mayit laki-laki:
Mayit dibaringkan dengan meletakkan kepada di sebelah utara.
Imam atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2) Mayit perempuan
Cara peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki, sedangkan
imam atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.
d) Jarak antara mayit dan mushalli tidak melebihi 300 dziro’
atau sekitar 150 m. Hal ini jika shalat dilakukan di luar masjid.
e) Tidak ada penghalang antara keduanya; misalnya
seandainya mayit berada dalam keranda, maka keranda tersebut tidak boleh
dipaku.
f) Bila mayit hadir, maka orang yang menshalati juga harus hadir
di tempat tersebut.
2. Rukun Shalat Mayit
a) Niat.
Apabila
mayit hanya satu, niatanya adalah:
أُصَلِّيْ عَلٰى هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ
الْمَيِتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Dan jika
banyak, niatnya adalah:
أُصَلِّي عَلٰى مَنْ
حَضَرَ مِنْ أَمْوَاتِ الْمُسْلِمِيْنَ
b) Berdiri bagi yang mampu.
c) Melakukan takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratul
ihram.
d) Membaca surat Al Fatihah setelah takbir pertama.
e) Membaca shalawat Nabi setelah takbir kedua.
Contoh
bacaan sholawat:
اللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ
f) Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.
Contoh
do’a:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ،
وَعَافِهِ، وَاعْفُ عَنْهُ
g) Mengucapkan salam pertama setelah takbir keempat.
Contoh
bacaan salam:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
3. Kesunahan Dalam Shalat Jenazah
a) Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu
meletakkannya diantara dada pusar pada setiap takbir.
b) Menyempurnakan lafadh niat;
أُصَلِّيْ عَلٰى هٰذاَ الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ
الْمَيِّتَةِ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/ إِمَامًا ِللهِ تَعَالىٰ.
c) Melirihkan bacaan fatihan, shalawat dan do’a.
d) Membaca ta’awwudz sebelum membaca surat Al Fatihah.
e) Tidak membaca do’a iftitah.
f) Membaca hamdalah sebelum membaca shalawat.
g) Menyempurnakan bacaan shalawat. Adapun lafadhnya adalah:
، اللّـٰهُمَّ
صَلَِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ،
كَمَا صَلَّّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
h) Menyempurnakan bacaan do’a untuk si mayit
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ،
وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ،
وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وبَرَدٍ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا كَمَا
يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً
خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً
مِنْ زَوْجِهِ، وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِ الناَّرِ.
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّناَ، وَمَيِّتِنَا، وَشَاهِدِنَا،
وَغَائِبِنَا، وَصَغِيْرِنَا، وَكَبِيْرِنَا، وَذَكَرِنَا، وَأُنْثَاناَ،
اللّـٰهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلٰى اْلإِسْلاَمِ،
وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلٰى اْلإِيْمَانِ. اللّـٰهُمَّ
هٰذَا عَبْدُكُ وَابْنُ عَبْدِكَ، خَرَجَ مِنْ رُوْحِ الدُّنْيَا
وَسَعَتِهَا وَمَحْبُوْبِهَا وَأَحِبَّائِهِ فِيْهَا إِلٰى ظُلْمَةِ
الْقَبْرِ وَمَا هُوَ لاَقِيَهُ، كاَنَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ
أَنْتَ، وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ،
اللّـٰهُمَّ نَزِّل بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ، وَأَصْبَحَ
فَقِيْراً إِلىٰ رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ، وَقَدْ
جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ شُفَعَاءَ لَهُ، اللّـٰهُمَّ إِنْ كَانَ
مُحْسِناً فَزِدْ فِيْ إِحْسَانِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيْئاً فَتَجَاوَزْ
عَنْهُ، وَلَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ اْلأَمَنَ مِنْ عَذَابِكَ، حَتّٰى
تَبْعَثَهُ إِلٰى جَنَّتِكَ يٰا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
i) Bila mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:
اللّـٰهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطاً ِلأَبَوْيهِ
وَسَلَفاً وَذُخْراً، وَعِظَةً وَاعْتِبَاراً وَشَفِيْعاً، وَثَقِّلْ بِهِ
مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلٰى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ
تَفْتِنَّهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ.
j) Setelah takbir ke-empat sunah untuk membaca do’a:
اللّـٰهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ
تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ.
k) Membaca do’a untuk masing-masing mukmin setelah membaca
shalawat:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ.
l) Salam yang kedua sunah untuk menyempur-nakan. Redaksinya
adalah:
اَلسَّلاَمُ عَليْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ.
m) Sunah dilakukan di masjid dengan memper-banyak shaf .
Shalat Ghoib
Bagi orang yang tidak dapat datang
ke tempat mayit boleh melakukan shalat ghoib di tempatnya,
namun dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ada masyaqat (kesulitan) untuk datang ke tempat
jenazah.
2. Berkewajiban menshalati mayit.
Adapun lafadh niatnya untuk mayit tunggal adalah:
أُصَلَّيْ عَلٰى مَيِّت (إِسْمِ الْمَيِّتِ)
الْغَائِبِ/ مَيِّتَةِ (إِسْمِ الْمَيِّتِةِ) الْغَائِبَةِ فَرْضَ
الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/ إِمَامًا ِللهِ تَعَالٰى.
Bila mayit jumlahya banyak, maka setelah menyebutkan
nama-nama mayit, diperbolehkan menggunakan niat:
أُصَلِّيْ عَلٰى مَنْ ذَكَرْتُهُمْ فَرْضَ
الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/ إِمَامًا ِللهِ تَعَالٰى.
Kriteria Imam Shalat
Jenazah
Adapun urutan orang yang lebih utama
dan berhak menjadi imam shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Ayah.
2. Kakek dan seatasnya.
3. Anak laki-laki.
4. Cucu laki-laki dan sebawahnya.
5. Saudara laki-laki kandung.
6. Saudara laki-laki seayah.
7. Anak dari saudara laki-laki kandung.
8. Anak dari saudara laki-laki seayah.
9. Saudara ayah kandung.
10. Saudara ayah seayah.
11. Orang laki-laki yang memiliki hubungan kerabat.
Teknis Pelaksanaan
1. Takbiratul ihram bersamaan dengan niat shalat.
2. Membaca ta’awwudz dan surat Al Fatihah dengan suara
pelan.
3. Takbir kedua.
4. Membaca hamdalah dan shalawat secara sempurna.
5. Takbir ketiga.
6. Membaca do’a secara sempurna.
7. Takbir keempat.
8. Membaca do’a.
9. Membaca salam dengan sempurna.
Proses Pemberangkatan
Jenazah
Pelepasan Mayit
Setelah selesai shalat, keranda
mayit diangkat, setelah itu salah satu wakil dari keluarga memberikan
kata sambutan pelepasan mayit, yang isinya meliputi:
a) Permintaan maaf kepada para hadirin dan teman keseharian atas
kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan mayit.
b) Pemberitahuan tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada
ahli waris.
c) Penyaksian atas baik dan buruknya mayit.
Sambutan-sambutan di atas hendaknya tidak terlalu
panjang, sebab sunah sesegara mungkin membawa mayit ke pemakaman.
Cara Mengantar Jenazah
Pada dasarnya dalam mengusung mayit
diperbolehkan dengan berbagai cara, asalkan tidak ada kesan meremehkan
mayit. Namun, sunah untuk meletakkan mayit di keranda, dengan diusung
oleh tiga atau empat orang laki-laki. Dalam pengusungan ini, posisi
kepala mayit berada di depan.
Etika Pengiring Jazanah
1. Para penggiring jenazah hendaknya berada di depan dan di
dekat mayit.
2. Makruh mengeraskan suara, kecuali bacaan Al Qur’an, dzikir
atau shalawat Nabi.
3. Berjalan kaki lebih utama daripada berkendaraan, bahkan
hukumnya bila tidak ada udzur.
4. Makruh mengiring mayit bagi orang perempuan.
5. Bertafakkur tentang kematian dan memperbanyak dzikir.
6. Bagi orang yang melihat mayit sunah untuk membaca:
سُبْحَانَ الَّذِيْ لاَ يَمُوْتُ أَبَدًا
Atau berdo’a:
اللهُ أَكْبَرُ، صَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ،
هٰذَا مَا وَعَدَ اللهُ وَرَسُولُهُ، اللّـٰهُمَّ زِدْنَا إِيْمَاناً
وَتَسْلِيماً؛ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّيْنَ وَاخْلُفْهُ فِي
عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ إِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ
، اللّـٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَآلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّد، أَنْ لاَ تُعَذِّبَ هٰذَا الْمَيِّتَ (3×).
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ ،
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ
وبَرَدٍ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ
مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً
خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ
الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
7. Bagi orang yang melihat iring-iringan mayit hendaknya berdiri
dan ikut mengiring.
Pemakaman Mayit
1. Persiapan
Sebelum mayit diberangkatkan ke pemakaman, liang kubur,
semua peralatan pemakaman harus sudah siap.
2. Liang Kubur
a) Bentuk
Dalam kitab kuning dikenal dua jenis liang kubur:
1) Liang cempuri
Yakni liang kubur yang bagian tengahnya digali sekiranya
cukup untuk menaruh mayit. Model ini untuk tanah yang gembur.
2) Liang lahat
Yakni liang kubur yang sisi sebelah baratnya digali sekiranya
cukup untuk menaruh mayit. Model ini untuk tanah yang keras. Pada
dasarnya liang ini lebih utama daripada liang cempuri.
b) Ukuran
1) Batas minimal
Batas
minimal liang kubur adalah membuat lubang yang dapat mencegah keluarnya
bau mayit serta dapat mencegah dari binatang buas.
2) Batas kesempurnaan
Batas
kesempurnaan liang kubur adalah membuat liang dengan ukuran sebagai
berikut:
a) Panjang
Sepanjang
mayit ditambah tempat yang cukup untuk orang yang menaruh mayit.
b) Lebar
Seukuran
tubuh mayit ditambah tempat yang sekiranya cukup untuk orang yang
menaruh mayit.
c) Dalam
Setinggi
postur tubuh manusia ditambah satu hasta.
Prosesi Pemakaman
Dalam praktek pemakaman mayit dalam
dapat dilakukan prosesi sebagai berikut:
1. Sesampainya mayit di tempat pemakaman, keranda diletakkan
pada arah posisi peletakkan kaki mayit.
2. Jenazah dikeluarkan dari keranda, dimulai dari kepalanya,
lalu diangkat dengan posisi agak miring dan wajah jenazah menghadap
qiblat secara pelan-pelan.
3. Jenazah diserahkan pada orang yang yang sudah bersiap-siap
dalam liang untuk menguburnya. Hal ini dilakukan oleh tiga
orang, orang pertama menerima bagian kepala, orang kedua bagian lambung,
dan orang ketiga bagian kaki.
4. Bagi orang yang menerima mayit disunahkan membaca do’a:
اللّـٰهُمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ
لِرُوْحِهِ، وَأَكْرِمْ مَنْزِلَهُ، وَوَسِّعْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ.
5. Dan bagi orang yang meletakkan disunahkan
membaca:
بِاسْمِ اللهِ وَعَلٰى مِلَّةِ رَسُوْلِ
اللهِ.
6. Kemudian mayit diletakkan di liang kubur dan dihadapkan ke
arah qiblat dengan posisi miring pada lambung sebelah kanan.
7. Menyandarkan wajah dan kaki pada dinding bagian dalam liang.
8. Memberi bantalan tanah liat pada bagian kepala.
9. Mengganjal bagian punggungnya dengan gumpalan tanah atau batu
bata agar mayit tetap dalam posisi miring menghadap kiblat.
10. Membuka simpul, terutama bagian atas, kemudian meletakkan
pipinya pada bantalan tanah liat yang telah ada.
11. Salah satu pengiring mengumandangkan adzan dan iqamah
di dalam liang kubur. Adapun lafadznya sama dengan lafadz adzan dan iqamah
dalam shalat.
12. Bagian atas mayit ditutup dengan papan atau bambu sampai
rapat, kemudian liang kubur ditimbun dengan tanah.
13. Membuat gundukan setinggi satu jengkal dan memasang dua batu
nisan, satu lurus dengan kepala dan satunya lagi lurus dengan kaki
mayit.
14. Menaburkan bunga, memberi minyak wangi dan memercikan air di
atas makam.
15. Selanjutnya, salah satu pihak keluarga atau orang ahli ibadah
melakukan prosesi talqin mayit. Kesunahan mentalqin
ini hanya berlaku bagi mayit dewasa dan tidak gila.
16. Mulaqin duduk dengan posisi
menghadap muka kepala mayit, sedangkan para hadirin dalam posisi
berdiri.
17. Mulaqin mulai membaca bacaan talqin
sebanyak tiga kali. Adapun contoh bacaan talqin adalah:
يَافُلاَنُ
ابْنُ فُلاَنَةَ، يَافُلاَنُ ابْنُ فُلاَنَةَ، يَافُلاَنُ ابْنُ
فُلاَنَةَ، اُذْكُرْ مَاخَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْياَ: شَهَادَةُ أَنْ
لاَإِلٰـهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا،
وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْأَنِ إِمَامًا.
18. Setelah liang kubur ditutup, sebelum ditimbun dengan tanah,
para pengiring disunahkan mengambil tiga genggam tanah bekas galian
kemudian menaburkannya ke dalam liang kubur.
a) Pada taburan pertama membaca:
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ، اللّـٰهُمَّ لَقِّنْهُ
عِنْدَ الْمَسْأَلَةِ حَجَّتَهُ.
b) Do'a pada taburan kedua:
وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ، اللّـٰهُمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ السَّماَءِ
لِرُوْحِهِ
c) Do'a pada taburan ketiga:
وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً
أُخْرٰى، اللّـٰهُمَّ جاَفِ اْلأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ.
19. Setelah selesai talqin pihak keluarga dan para
hadirin tinggal sebentar untuk mendo’akan mayit. Adapun do’anya adalah:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ،
اللّـٰهُمَّ ثَبِّتْهُ عِنْدَ السُؤَلِ
20. Setelah selesai berdo’a secukupnya, para hadirin pulang.
Mati Syahid
Disebut syahid, sebab Allah
dan RasulNya telah bersaksi bahwa orang tersebut nantinya akan masuk
surga, atau sebab pada waktu akan meninggal dia telah melihat surga.
Adapun pembagiannya sebagai berikut:
1. Syahid dunia-akhirat, yakni orang
yang meninggal dalam peperangan dengan niat untuk menegakkan agama
Allah swt.
2. Syahid dunia, yakni orang yang
mati dalam peperangan dengan niat mencari kehidupan dunia.
3. Syahid akhirat, yakni orang yang
meninggal sebab semisal mencari ilmu, kebakaran, kebanjiran dan
sebagainya.
Bagi syahid yang masuk
kriteria pertama, dan kedua, tidak diperbolehkan untuk dimandikan dan
dishalati. Sebagaimana keterangan yang telah lalu.
والله أعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar